Selasa, 08 September 2009

Kawasan Danau Toba di Kabupaten Samosir

PROFIL DANAU INDONESIA

PROFIL DANAU TOBA

I. PENDAHULUAN

Kabupaten Samosir terletak pada koordinat 20 21’ - 20 49’ 48’’ LU dan 980 24’ - 990 01’ BT dan memiliki luas daerah 200.298,54 ha. Luas tersebut meliputi luas Pulau Samosir 64.677 ha, luas pulau-pulau kecil 26,96 ha, dataran tinggi 77,445 ha dan luas perairan Danau Toba yang menjadi wewenang Kabupaten adalah 58.150 ha

Kabupaten samosir berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun di sebelah Utara, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan di sebelah Selatan, Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat di sebelah Barat, serta Kabupaten Tobasa di sebelah Timur.
Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir.
Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit Lawang dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Sejarah Danau Toba
Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³ batuan ignimbrit dan 2.000 km³ abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari Cina sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya mencapai 10 km di atas permukaan laut.
Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkannya.
Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Kualitas Air Danau Toba
Indikator lainnya yang menunjukkan gejala penurunan kualitas air danau adalah pertumbuhan tanaman air terutama eceng gondok pada lokasi-lokasi tertentu. Adanya eceng gondok dan gulma air lainnya yang menunjukkan telah terjadinya eutrofikasi (peningkatan kesuburan air akibat tingginya kadar kandungan senyawa Nitrogen dan Fosfor), terutama diperairan pantai. Hal ini terlihat dari kandungan Nitrit dan Fosfat yang melebihi Kelas I & II seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel Kualitas Air Danau Toba.
No.
Parameter
Satuan
Stasiun
BM



1
2
3
Kelas I
Kelas II

FISIKA






1
Suhu
oC
25,5
25,5
24,5
Dev.3
Dev.3

KIMIA






1
PH

7,8
7,9
7,7
6 - 9
6 – 9
2
DO
Mg/L
6,09
6,22
6,43
6
4
3
COD
Mg/L
18,35
10,34
14,23
10
25
4
BOD
Mg/L
4,49
1,95
3,11
2
3
5
Nitrit
Mg/L
0,187
0,111
0,152
0,06
0,06
6
Nitrat
Mg/L
0,542
0,245
0,441
10
10
7
Fosfat
Mg/L
0,441
0,222
0,314
0,2
0,2
Keterangan : St.1 = Parapat; St.2 = Simanindo
St.3 = Balige
Sumber : Laporan „Penggunaan Parameter Limnologi Dalam Penentuan Daya Dukung Danau Toba Untuk Budidaya Ikan Sistem Jala Apung“ dalam Seminar
Nasional Penanggulangan Kematian Massal Ikan Mas di Danau Toba.


Profil Volume Danau Toba
Ukuran Danau Toba memiliki Panjang: 87 km (utara-selatan), Lebar: 27 km (timur-barat), Ketinggian 905 meter dpl, Luas Permukaan Danau: 1.130 km2, Luas Daerah Tangkapan Air: 2.586 km2, Luas Lahan Kritis: 108.240 ha, Kedalaman maksimum: 529 m, Volume Air Total: 240 km3, Volume Air Masuk (1987): 2,2 km3, Volume Air Keluar (1987): 3,2 km3, Volume Air Masuk (1988): 0,9 km3, Volume Air Keluar (1988): 0,7 km3, Volume Penguapan: 1,8-2,0 km3, Siklus Pergantian Air: 110-280 tahun (rata-rata danau sedunia: 17 tahun). Hasil prediksi ahli Limnologi, siklus pergantian air Danau Toba : 75 – 77 tahun.

Ekosistem Kawasan Danau Toba
Kawasan Danau Toba, adalah salah satu kawasan andalan wisata yang merupakan asset nasional, dan memiliki nilai strategis bagi Propinsi Sumatera Utara, dengan fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai andalan daerah tujuan wisata, sumber air bersih bagi penduduk, kegiatan perikanan, baik secara tradisional maupun budidaya Keramba Jaring Apung (KJA), kegiatan pertanian, kegiatan transportasi air dan pembangkit tenaga listrik.
Namun disisi lain Danau Toba juga sebagai tempat pembuangan limbah cair dan limbah padat termasuk sampah yang berasal dari kegiatan domestik, pariwisata, perikanan, pertanian dan alat transportasi air.
Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten dari 7 kabupaten yang termasuk kedalam ekosistem Kawasan Danau Toba.
Kawasan Danau Toba beserta sumberdaya alam dan ekosistemnya merupakan kekayaan alam yang perlu dilestarikan untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi kepentingan nasional dan daerah. Pada kenyataannya saat ini, mutu lingkungan Kawasan Danau Toba semakin menurun sebagai akibat dari pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta akibat aktivitas seperti pemukiman, pertanian, perhotelan, perikanan, pembangkit tenaga listrik, rekreasi, transportasi dan lainnya yang kurang mengindahkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan.
Kegiatan pemanfaatan sumber daya alam Kawasan Ekosistem Danau Toba di Kabupaten Dairi, baik di Daerah Tangkapan Air dan Daerah Resapan Air Danau Toba, maupun kegiatan diperairan Danau Toba, telah menghasilkan berbagai limbah cair, limbah padat termasuk sampah, serta meningkatnya logam-logam dan zat kimia, serta peningkatan zat organik. Kesemuanya ini dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Potensi Sumber Daya Air Danau Toba
Prinsip dasar untuk memahami potensi sumber daya air Danau Toba, meliputi 2 (dua) hal penting yaitu : 1) Potensi air Danau Toba adalah volume air yang dapat dimanfaatkan, tanpa mengganggu upaya pengelolaan sumber daya air dalam memulihkan dan menjaga ketersediaan airnya. 2) Volume air yang dibutuhkan untuk pemulihan adalah defisit volume air yang diperlukan untuk menjaga muka air rata-rata pada evaluasi yang diinginkan.
Berbagai faktor yang sangat mempengaruhi potensi sumber daya air Danau Toba, antara lain: neraca air Danau Toba, kondisi hidroopografis eksisting kawasan pantai, terutama yang telah dimanfaatkan untuk budidaya dan resapan air bawah permukaan. Perkembangan aktivitas budidaya yang dilaksanakan Kawasan Danau Toba dan sekitarnya, berpotensi menimbulkan permasalahan yang mengancam daya dukung lingkungan bagi peri kehidupan masyarakat. Indikasi ke arah kerusakan dan degradasi sumber daya alam dan lingkungan Kawasan Danau Toba, terlihat antara lain oleh kerusakan Daerah Tangkapan Air atau catchment area.
Fungsi lingkungan perairan Danau Toba diperuntukkan dan dimanfaatkan sebagai sumber air untuk penyediaan air bersih, air industri, air pengairan pertanian, sebagai sumber daya pariwisata, sumber daya perikanan, sumber daya energi dan prasarana transportasi, tapi sekaligus sebagai penerima berbagai macam limbah.


Biomassa
Submerged macrophytes (M2)
Stasiun
Potamogeton
sp
Myriophyllum
Spicatum
Others
Total
Lotung
2.470
130
< 25
2600
Onan Runggu
2.800
150
0
2950
Parbaloan Urat
1.833
310
520
2.663
Tongging
1.947
157
< 25
2.104
Lb. Sitorus
150
1.640
0
1.750
Sumber : Samosir, P. Degradasi Lingkungan Kawasan Danau Toba. PPS 702/PO.52059374. IPB. Bogor

Geologi
Untuk pendekatan teknik, menurut hasil analisis geologi tata lingkungan, Kabupaten Samosir memiliki tiga kelas kesesuaian lahan yang dapat dikembangkan untuk menampung dan mengembangkan kehidupan, yaitu lahan yang dapat dikembangkan secara optimal, lahan yang dikembangkan secara terbatas karena adanya kendala, dan lahan yang tidak dapat dikembangkan karena tingginya hambatan. Secara singkat selanjutnya disebutkan sebagai lahan optimal, lahan terbatas dan lahan dengan hambatan.

Lahan optimal merupakan lahan yang sesuai dan mendukung untuk dijadikan sebagai lahan budidaya. Lahan terbatas merupakan lahan dengan kondisi fisik yang dapat dikembangkan dengan pembatasan dan membutuhkan biaya yang tinggi untuk melakukan pembangunan. Kawasan yang termasuk ke dalam lahan dengan terbatas adalah kawasan konservasi dan resapan air tanah.







Pola Pemanfaatan Ruang Eksisting

Kondisi Pola Pemanfaatan Ruang Eksisting
KELAS SATUAN BENTANG ALAM

POTENSI

KELEMAHAN


Dataran
Terdapatnya mata air panas, relative mudah digali, air tanah cukup melimpah, mudah dikerjakan dan banyak pasir dan batu (sirtu).
Dapat terjadi banjir banding pada pertemuan dua sub DAS. Kemungkinan terjadi penyusupan air Danau Toba akibat pemompaan air tanah yang melampaui kapasitas alaminya. Aliran air permukaan relative cepat dan mudah tererosi oleh aliran sungai.



Perbukitan
a. Bukit
terdapat mata air panas, aliran air baik, sangat baik
Relatif sukar digali, potensial terjadinya longsoran, cukup tinggi, baik berupa tanah pelapukan ataupun ataupun batuannya yang bersifat local.
b. Tebing Terjal
Aliran air permukaan baik hingga sangat baik.
Berpotensi terdapat mata air.
Dapat terjadi longsoran cukup tinggi, baik berupa tanah pelapukan ataupun batuannya yang bersifat local.
c. Punggungan
terdapat banyak aliran sungai, air permukaan baik dan mudah digali.
Dapat banjir bandang, erosi permukaan ataupun gerakan tanah pada lapisan tanah pelapukan dan batuan.
d. Lembah
Potensi terdapat aliran sungai, berpotensi terdapat mata air.
Dapat terjadi erosi permukaan ataupun gerakan tanah pada lapisan atau tanah pelapukan.






DEBIT AIR

OPERATION GUIDANCE OF WATER DISCHARGE FROM REGULATING DAM (RGD)
















Range of Water
A. Case - Water Level of Lake Toba
Range of Water
B. Case - Water Level of Lake Toba
Level (m)
Tends to Increase (m3/second)
Level (m)
Tends to Decrease (m3/second)

0.001
0.02
0.03
0.04
0.001
0.02
0.03
0.04
905,00 - 905,05
113
125
138
150
905,05
s.d
905,00
164
143
121
100
905,05 - 905,10
159
168
177
186
905,10
s.d
905,05
228
214
200
186
905,10 - 905,15
200
214
228
242
905,15
s.d
905,10
297
279
260
242
905,15 - 905,20
260
278
297
315
905,50
s.d
905,15
379
358
336
315
905,20 - 905,50
336
357
379
400







Source : Data Lampiran Surat Ketua Otorita Asahan nomor. 115/K-OA/IV/2009
















Tabel Rekapitulasi Data Curah Hujan Dinas Pertanian Kabupaten Samosir, 2007






































No
Kecamatan

Bulan
Jan
Feb
Mar
April
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nop
Des


CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
1
Harian
73
7
24
4
72
8
183
14
52
8
61
10
37
5
30
6
32
6
147
14
63
8
935
100
2
Nainggolan
147
5
57
4
110
13
306
12
135
13
294
11
149
8
124
15
99
9
190
14
173
12
1907
130
3
Onanrunggu
146
8
55
5
160
16
301
16
121
16
23
7
148
11
97
15
192
15
122
16
118
18
1641
160
4
Palipi
208
10
145
11
185
16
150
10
211
16
136
10
122
11
75
10
84
9
135
11
120
11
1738
141
5
Sianjur Mula-mula
70
7
35
6
77
12
184
15
63
10
67
11
36
5
100
11
32
8
120
15
152
13
1057
119
Total
644
37
316
30
604
65
1124
67
582
63
581
49
492
40
426
57
439
47
714
70
626
62
7278
650
Rerata
129
7.4
63
6
121
13
225
13
116
13
116
9.8
98
8
85
11
88
9
143
14
125
12
1456
130


























Tabel 31 (a) dan (b) Sumber : Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Samosir, 2007






Keterangan :
























CH : Curah Hujan
























HH : Hari Hujan
























(-) : Tidak ada Hujan
























(0) : Curah Hujan < 0,5 mm
























Tabel Rekapitulasi Data Curah Hujan Badan LHPP Kabupaten Samosir, 2008






































No
Kecamatan

Bulan
Jan
Feb
Mar
April
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nop
Des


CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
1
Harian
280
5
151
4
207
7
574
10
337
5
286
5












2
Nainggolan
175
10
81
4
301
20
296
19
99
8
74
5












3
Onanrunggu
228
5
83
7
190
16
187
19
107
9
87
8












4
Palipi
151
12
128
8
276
17
206
20
39
6
61
8












5
Sianjur Mula-mula
158
14
167
6
348
20
415
18
75
7
184
9
















Penggunaan Lahan (Land Use) di Catchment Area (1981)
Natural Landscape
Area (km2)
%
Grass (Alang-alang)
955
40,6
Scrub
59,24
2,5
Forest
159,66
6,8
Reforestation
388,7
16,6
Regreening
228,28
9,7
Agriculture land & Plantation
20,88
0,9
Others
23,56
1,1
Total
2.347,5
100
Sumber : Samosir, P. Degradasi Lingkungan Kawasan Danau Toba. PPS 702/PO.52059374. IPB. Bogor

Perencanaan RTRW
Pengertian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Samosir yang dimaksud didasarkan pada Undang-undang Penataan Ruang No. 26 tahun 2007. Dalam UUPR tersebut, yang dimaksud dengan Penataan Ruang adalah proses perencanaan, pelaksanaan rencana, dan pengendalian pelaksanaan rencana tata ruang. Tata ruang sendiri adalah wujud structural pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak yang menunjukkan hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Sedangkan Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

Rencana Tata Ruang adalah hasil dari perencanan tata ruang berupa rencana-rencana kebijaksanaan pemanfaatan ruang secara terpadu untuk berbagai kegiatan. Sedangkan wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan administratif pemerintah dan fungsional.

Jadi RTRW adalah hasil dari perencanaan tata ruang berupa rencana-rencana kebijaksanaan pemanfaatan ruang secara terpadu untuk kegiatan di dalam suatu ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan administratif pemerintah dan atau fungsional.

Dalam UUPR tersebut, subtansi RTRW Kabupaten adalah sebagai berikut:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi system perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan system jaringan prasarana wilayah kabupaten;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;
d. penetapan kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disisentif, serta arahan sanksi.

Konsep perwilayahan pengembangan di Kabupaten Samosir terbagi ke dalam dua pendekatan, yaitu pendekatan teknik (spatial analysis) dan pendekatan budaya (aspatial analysis). Pendekatan teknik menggunakan hasil analisis geologi tata lingkungan yang membagi perwilayahan Kabupaten Samosir berdasarkan kesesuaian fisik untuk pengembangan wilayah. Sedangkan pendekatan budaya, menggunakan nilai-nilai prinsip budaya batak dalam mengatur pembagian ruangnya.

Penggunaan Lahan
Bila dari data dan peta terlihat adanya perubahan jenis penggunaan tanah, perubahan tersebut belum tentu bersifat permanen. Perubahan yang terjadi terutama jika jenis kegiatan adalah pertanian, kemungkinan bahwa perubahan tersebut adalah karena menunggu bergantinya iklim.

Pertanian
Untuk mendukung pengembangan dan keberlanjutan sector pertanian sangat dibutuhkan dukungan penerapan ilmu pengetahuan teknologi pertanian sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan pertanian yang muncul karena keterbatasan fisik wilayah seperti mencari komoditas yang potensial dikembangkan hubungannya dengan potensi kandungan tanah, ataupun mencari campuran kandungan unsur hara untuk senantiasa menjaga kesuburan tanah untuk sektor pertanian.

Dukungan untuk pengembangan kegiatan pertanian tidak saja perlu dilakukan dalam hal pembenahan dan peningkatan kegiatan yang telah ada (revitalisasi), namun juga diperlukan dukungan prasarana berupa insentif bagi penanaman modal yang bermaksud mengembangkan tanaman unggulan untuk dijadikan ujung tombak pengembangan agropolitan.

Dukungan insentif yang langsung menyentuh masyarakat kecil yang bergerak dalam sector pertanian juga perlu diperluas keberadaannya, seperti pengembangan keberadaan koperasi atau lembaga keuangan lainnya yang dapat mendukung tumbuh kembang dan bertahannya para petani dalam pengelolaan lahannya.

Pengembangan kegiatan pertanian, selain untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mendukung pemerintah dalam tujuan pembangunan Samosir sebagai agropolitan, penciptaan lapangan pekerjaan di bidang pertanian dengan lahan yang dominant penggunaannya juga akan menjaga Kabupaten Samosir dari kondisi kehilangan tenaga kerja potensial karena meninggalkan Kabupaten Samosir karena tidak ada yang bisa dilakukan di Kabupaten Samosir.
Bencana
Selain adanya potensi dan kelemahan pada setiap bentang alam, Kabupaten Samosir juga rawan terhadap ancaman gempa bumi, letusan gunung berapi dan longsor. Kabupaten Samosir mempunyai tingkat kebesaran gempa berkisar antara V hingga VIII (skala MMI), zona tertinggi terletak pada jalur patahan Semangko;
1. Skala V-VI, tersebar merata di wilayah kabupaten
2. Skala VI-VII, hanya terisolir di daerah DK. Nabarat – Aritonang – Siborong-borong – Aek Nauli hingga Dolok Sanggul
3. Skala VII-VIII, tersebar dalam bagian zona VI – VII yang tersebar di daerah Parmiahan – Lumban Pancur – Pagaran.

Zona Percepatan (cm2/detik):
Zona A = 0,20 – 0,25 g, tersebar di bagian utara Kabupaten Samosir (DK. Sibutan – DK. Suara – DK. Sigaunggaung)
Zona B = 0,25 – 0,30g, tersebar di bagian tengah Danau Toba (sisi tebing utara dan selatan)
Zona C = 0,30 – 0,35 g, tersebar di bagian tengah Patahan Semangko, mulai dari tepi tebing selatan Danau Toba hingga bagian selatan jalur Pardomuan – Sihabonghabong – Pusuk.

Gerakan Tanah
· G1= Gelinciran : Dengan lereng > 10% beda tinggi > 100 meter dan hanya terdapat pada batuan Tmppt yang kedudukannya serah lembah.
· G2= Runtuhan : Dengan lereng > 10% beda tinggi > 100 meter terdapat pada batuan Qvt, Qps, Tmppt, Pub, Tmvh, Puk, dikontrol pula oleh patahan yang banyak terdapat pada bagian tersebut (umumnya berarah U 300 – 330 0T) dan patahan lain yang memotongnya, ini akan mempermudah gerakan tanah. Begitu pula dengan adanya sesar/retakan yang biasanya akan memotong patahan besar ini dan menghasilkan bongkah-bongkah batuan yang mudah runtuh/meluncur.
· G3= Longsoran : Terdapat hanya pada unit batuan Qvt dan Qps, tanpa adanya control bidang perlapisan ataupun patahan/sesar/retakan. Umumnya terjadi pada zona pelapukan batuan yang dipicu oleh kadar air yang terus meningkat (jenuh air tanah).
Kabupaten Samosir tidak memiliki gunung api aktif (Tipe A/B/C), tetapi dapat terkena sebaran abu letusan (Gunung Sinabung, Pusuk Buhit dan Helatobi) yang menuju ke arah Kabupaten Samosir.
Berdasarkan potensi dan kelemahan yang ada di Kabupaten Samosir, sesungguhnya penduduk telah dengan bijaksana mengolah tanahnya sebagai sumber penghasilan. Tidak ada perubahan bentang alam maupun perusakan alam yang dilakukan oleh penduduk setempat yang dapat mengancam keberadaan, terutama Pulau Samosir. Namun adanya pendatang dengan modal besarlah yang mengubah keadaan penggunaan tanah yang ada secara besar-besaran.

II. KARAKTERISTIK
Kualitas Air
NO
TITIK SAMPLING
STATUS MUTU AIR
Status Mutu Air Danau Toba Kelas – I PP 82/2001

1
2
3
4
5
6
7


Simanindo
Ambarita
Tomok
Onan Runggu
Tengah Tao Nainggolan
Palipi
Pangururan

Tercemar Sedang
Tercemar Sedang
Tercemar Sedang
Tercemar Sedang
Tercemar Sedang
Tercemar Sedang
Tercemar Sedang

Status Mutu Air Danau Toba Kelas – II PP 82/2001

1
2
3
4
5
6
7


Simanindo
Ambarita
Tomok
Onan Runggu
Tengah Tao Nainggolan
Palipi
Pangururan

Tercemar Ringan
Tercemar Ringan
Tercemar Ringan
Tercemar Ringan
Tercemar Ringan
Tercemar Ringan
Tercemar Ringan

Sumber : www.google.com/profil Danau Toba
Kualitas Perairan Danau Toba
Kualitas perairan Danau Toba pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia, terutama pemukiman penduduk, peternakan, pertanian, kegiatan industri pariwisata, kegiatan perindustrian dan perdagangan termasuk pasar, hotel dan restoran, serta kegiatan transportasi air. Pengaruh terpenting dari seluruh kegiatan tersebut adalah produksi sampah dan limbah yang secara langsung maupun tidak langsung masuk kedalam perairan Danau Toba.
Pencemaran dan Kerusakan Kawasan Danau Toba
Kegiatan masyarakat di Daerah Tangkapan Air dan Daerah Resapan Bawah Permukaan Danau Toba pada Kec. Silahi Sabungan, secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas air Danau Toba. Kegiatan perairan Danau Toba merupakan sumber pencemaran yang mempengaruhi kualitas air dan menimbulkan kerusakan lingkungan Kawasan Danau Toba.
Kegiatan masyarakat di DTA dan Resapan Bawah Permukaan, maupun diperairan Danau Toba yang merupakan sumber pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah sebagai berikut:
Pemukiman penduduk
Penduduk yang bermukim di Kawasan Danau Toba, terutama yang tinggal di pinggir danau dengan berbagai kegiatannya, patut diduga menghasilkan berbagai macam limbah yang dibuang ke Danau Toba. Limbah dan kegiatan pemukiman/rumah tangga seperti : air cucian, tinja, sampah, kotoran ternak akan mempengaruhi kualitas air Danau Toba. Kegiatan industri ulos (home industry) juga menghasilkan limbah cair sisa zat pewarna yang dapat merusak kualitas air Danau Toba. Berbagai macam limbah tersebut selanjutnya akan meningkatkan kadar BOD, COD, dan bakteri dan lain-lain di perairan. Peningkatan BOD mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut (DO) dalam badan air, sehingga akan mempengaruhi kota pada perairan Danau Toba.
Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk di Kawasan Danau Toba, diperkirakan terjadi peningkatan beban pencemar diperairan Danau Toba pada masa yang akan datang. Hal ini memberikan ketegasan diperlukannya pengelolaan dan pengendalian terhadap berbagai sumber pencemar, diantaranya aktivitas pemukiman penduduk.
Hotel dan restoran/rumah makan
Hotel dan restoran/rumah makan yang ada di Kawasan danau Toba, terutama terletak dipinggir atau dekat danau patut diduga menghasilkan limbah yang masuk kedalam badan perairan.
Limbah dari hotel dan restoran/rumah makan seperti : limbah cair, tinja, limbah padat/sampah, sisa-sisa makanan dan lain-lain akan mempengaruhi kualitas air Danau Toba, dimana berbagai limbah tersebut selanjutnya akan meningkatkan kadar BOD, COD, bakteri pathogen dan lain-lain. Semakin tinggi buangan air kotor maka akan semakin berat pula beban pencemaran.
Peningkatan BOD akan mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut (DO) dalam badan air, sehingga akan mempengaruhi kehidupan biota perairan. Disamping itu limbah cair dari hotel, restoran /rumah makan yang dibuang keperairan danau akan mempengaruhi kadar Amoniak (NH3) pada perairan dan memberikan dampak negatif terhadap kegiatan perikanan.
Kegiatan Pertanian
Kegiatan pertanian merupakan kegiatan yang mendominasi Kawasan Danau Toba, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi perairan Danau Toba. Kegiatan pertanian lahan kering dengan sistem perladangan berpindah, pengolahan lahan tanpa mempedimani kaidah-kaidah konservasi sehingga dengan curah hujan yang tinggi akan meningkatkan erosi yang selanjutnya mengakibatkan pengrusakan lahan-lahan produktif. Lebih jauh bahan-bahan yang terbawa erosi akan menjadi sedimentasi dan pendangkalan danau.
Kegiatan pertanian juga meliputi pemberian pupuk, pemberian pestisida, zat pengatur tumbuh (ZPT) dimana aplikasinya sering tidak tepat jenis, dosis, cara dan waktu. Dengan bantuan air hujan residu bahan-bahan tersebut mengalir bersama menuju danau.
Kegiatan tersebut akan meningkatkan kadar pestisida dan bahan pencemar nitrogen, fosfor, kalium dan zat organik perairan Danau Toba. Kadar pestisida yang tinggi dapat mengganggu pemanfaatan air danau untuk air bersih dan perikanan. Sedang sisa penggunaan pupuk dapat mempengaruhi tingkat kesuburan air akibat penambahan unsur N, P, K (eutrofokasi).
Pembukaan, Perambahan dan Kebakaran Hutan
Lahan hutan di Kawasan Danau berupa hutan pinus, ekaliptus dan kayu-kayuan lainnya. Kegiatan pembukaan hutan yang tidak terencana, pembakaran hutan maupun penebangan hutan secara liar akan mengakibat hilangnya penutup lahan dan vegetasi, sehingga potensian meningkatkan erosi permukaan dan struktur tanah akan rusak. Terbukanya penutupan lahan menimbulkan sedimentasi dan kekeruhan danau. Selain itu membuat peningkatan konsentrasi padatan terlarut dan padatan terrsuspensi.
Kegiatan Mandi, Cuci, dan Kakus (MCK)
Kegiatan MCK pada umumnya berlokasi di pemukiman yang berbatasan dengan Danau Toba. Pada lokasi terjadinya aktivitas MCK, kondisi perairan relatif keruh yang disebabkan karena bahan deterjen, air cucian dan juga tinja, dan akibatnya merangsang tumbuhnya eceng gondok. Disamping itu, pada pinggiran danau, dijumpai banyak sampah, yang pada gilirannya terbawa dalam danau, yang mengakibatkan banyak limbah padat. Kegiatan MCK menimbulkan peningkatan kadar BOD dan COD perairan, serta penurunan kadar oksigen terlarut (DO) dalam badan air, akan mempengaruhi kehidupan biota pada perairan Danau Toba. Selain itu terjadi pula penambahan unsur pencemar nitrogen, fosfor, dan kalium, yang mempengaruhi tingkat kesuburan perairan (eutrofikasi).
Kegiatan Budidaya Perikanan di Perairan Danau Toba
Kegiatan ekonomi masyarakat di Kawasan Danau Toba disektor perikanan meliputi kegiatan penangkapan dan budidaya. Kegiatan budidaya yang berkembang pesat adalah dengan Keramba Jaring Apung.
Keberadaan Keramba Jaring Apung diperairan Danau Toba menambah beban pencemaran akibat adanya limbah berupa sisa-sisa pakan yang tidak habis dikonsumsi ikan dan kotoran ikan itu sendiri. Selain itu juga mendorong terjadinya proses eutrofikasi. Proses eutrofikasi yang terjadi di lokasi-lokasi budidaya Keramba Jaring Apung, mendorong tumbuh berkembangnya tumbuhan eceng gondok dan hydrilla. Walaupun kualitas air Danau Toba saat ini masih tergolong baik, namun pengembangan Keramba Jaring Apung akan menambah beban perairan danau oleh karena sisa pakan ikan dan kotoran akan mencemari perairan.
Transportasi Air
Transportasi air di Danau Toba merupakan bagian dari aktifitas ekonomi dan sosial masyarakat, termasuk kegiatan pariwisata. Alat transportasi ini berpotensi menambah bahan pencemar masuk kedalam Danau Toba melalui ceceran minyak dan oli dari kapal atau perahu bermotor maupun buangan plastik, kaleng minuman, baterai bekas dan sampah lainnya dari atas kapal ke danau. Lapisan minyak dipermukaan air selain akan menurunkan kadar oksigen terlarut dalam air, secara visual akan mengganggu kegiatan pariwisata.
Tumbuhan Eceng Gondok dan Hydrilla
Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan pengganggu (gulma), tumbuhan terapung diperairan dan pertumbuhannya cepat. Eceng gondok berkembang biak dengan 2 (dua) cara yaitu dengan biji dan tunas (stolon). Suhu ideal untuk pertumbuhannya berkisar antara 280 – 300 C dengan drajat keasaman (pH) antara 4 – 12. Selain itu eceng gondok juga mempunyai kemampuan besar untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan keadaan lingkungan. Satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang menjadi tanaman baru seluas 1 m2. Pada bagian-bagian perairan danau yang mengalami eutrofikasi, dekat pemukiman dan muara sungai yang airnya relatif keruh, dijumpai populasi eceng gondok yang sangat banyak.
Keberadaan eceng gondok diperairan Danau Toba sudah merusak keindahan (estetika) danau dan menganggu kelancaran lalu lintas alat transportasi air. Belakangan diketahui pula bahwa pada tempat-tempat dimana ditemui populasi eceng gondok diduga kuat menjadi habitat yang baik perkembangbiakan nyamuk malaria.
Hydrilla adalah termasuk gulma air yang tumbuh dibawah permukaan air, tidak kelihatan sehingga seolah-olah tidak ada pencemaran oleh gulma. Namun sebenarnya tumbuhan hydrilla sudah mencapai masalah di Danau Toba seperti halnya eceng gondok.
Hydrilla tumbuh subur pada bagian tepi danau yang dangkal, berair jernih dan berpasir banyak serta dalam kondisi mengalami proses eutrofikasi. Pada bagian-bagian tepi danau yang populasi hydrillanya sudah banyak, dapat mengganggu kenyamanan orang yang berenang. Demikian pula perahu motor atau alat transportasi lainnya bisa menganggu perjalanannya karena terjebak oleh hydrilla yang membelit alat baling-balingnya.
Dampak Pasokan Air dari Sungai Renun
PLTA Renun merupakan pembangkit listrik type aliran langsung dengan menggunakan waduk/kolam pengatur harian berkapasitas 0,5 juta m3. Air yang masuk kedalam waduk/kolam pengatur harian berasal dari Lau Renun dan 11 anak sungainya. Air dari waduk dialirkan ke terowongan dengan debit 10m3/detik, memutar turbin pembangkit listrik. Setelah melalui turbin air selanjutnya mengalir ke Danau Toba.
Selain memberikan tambahan pasokan air ke Danau Toba sebesar 10 m3/detik, kualitas airnya relatif keruh kecoklatan oleh kadar bahan organik lapuk yang berasal dari daerah hulu. Walaupun masih memperlihatkan kualitas air cukup baik, tetapi parameter pH, mangan (Mn), dan amoniak (NH3) telah melampaui batas mutu.
Selanjutnya karena wilayah DAS Renun relatif rawan erosi maka pembangunan PLTA Renun juga akan meningkatkan sedimentasi yang sebagian terbawa oleh air masuk mengalir ke Danau Toba.
Keanekaragaman Hayati
Menurut Ada pun jenis Flora di Danau Toba meliputi :
- Emerged macrophytes : Nelumbo nucifera, Nymhaea sp,
- Floating macrophytes : Eichornia crassipes, Lemma minor, Azolla pinnata, Spirodella polyrhiza,
- Submerged macrophytes : Potamogeton malaianus, P.polygonifolius, Myriohyllum spicatum, Ceratophyllum demersun, Hydrilla verticillata, Chara sp.
- Phytoplankton : Amphora, Cocconema, Asterionella, Synedra, Gomphonema, Orthosira, Navicula, Mastogloia, Pleurosigma, Nitzschia, Genicularia, Botryococcus, Synechoccus, Anabaena, Oscillatoria.

Fauna
- Zooplankton : Cyclops, Cladocera,
- Benthos : Macrobrachium sintangensis, Brotia costula, Thiara scabra, Melanoidestuberculata, Melanoides granifera, Anentome Helena, Lymnaea brevispira, L.rubiginosa, Physastra sumatrana, Corbiculla tobae,
- Fish : Tilapia mossambica, Aplocheilus pachax, Lebistes reticulatus, Osphronemus goramy, Trichogaster trichopterus, Channa striata, C.gachua, Clarias batrachus, C.neiuhofi, C.sp., Nemachilus fasciatus, Cyprinus carpio, Puntiusjavanicus, P.binotatus, Osteochilus naseselti, Lissochillus sp., labeobarbus sora, Rasbora sp.

Sarana dan Prasarana ( Jalan, Listrik, dll)
Setiap pusat-pusat pelayanan dihubungkan oleh system transportasi, yang meliputi transportasi darat, danau dan penyebrangan, serta udara. Prasarana Transportasi darat terdiri dari jaringan jalan kolektor primer yang merupakan kewenangan pengelolaan provinsi dan berfungsi sebagai penghubung antara PKW dengan daerah kabupaten lain, diantaranya adalah:
a. Jalan Lingkar Luar, yang menghubungkan daerah Silalahi-Samosir-Humbang Hasundutan melewati daerah pinggiran Danau Toba sepanjang ± 80,026 km.
b. Jalan Tele-Pangururan, yang menghubungkan Sidikalang dan Tarutung dengan Pangururan sepanjang ± 22,18 km.
c. Jalan Lingkar dalam pulau Samosir, yang menghubungkan Pangururan dengan Parapat melalui Simanindo-Tomok (jalur utara) sepanjang ± 40,88 km dan melalui Palipi-Onan Runggu-Tomok (jalur selatan) sepanjang ± 80,23.
Jaringan jalan kolektor sekunder yang berfungsi menghubungkan kota PKW dengan dan antar PKL primer serta dalam melayani kebutuhannya, diantaranya adalah:
a. Jalan Parbaba-Partungkoan-Parmonangan-Tomok sepanjang ± 40,8 km
b. Jalan Palipi-Lontung-Tomok sepanjang ± 16,01 km
c. Jalan Parbaba (perkantoran Pemkab)-Rianiate (Kantor Bupati) lewat jalur tengah sepanjang ± 31,9 km
d. Jalan Parbaba-Salaon-Partungkoan-Parmonangan-Tomok
e. Jalan Harian Boho-Sagala
Jaringan jalan local yang berfungsi untuk menghubungkan kawasan permukiman dengan jaringan jalan kolektor primer dan sekunder yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan jaringan jalan.
Sistem sarana transportasi darat mengalami dampak dari pengembangan pusat-pusat wilayah maka dengan didukung oleh prasarana yang memadai akan terjadi system pengankutan, baik orang maupun barang yang dapat berjalan dengan lancer. Salah satu prasarana angkutan darat adalah terminal. Pengembangan terminal berbarengan dengan pengembangan pelabuhan/ dermaga dan didukung oleh prasarana jalan
III. PEMANFAATAN
1. Keramba Jaring Apung (KJA) PT. Aquafarm Nusantara di Sirungkungon
Jumlah unit : 55
Dimensi : θ 12 meter, Kedalaman 9 meter
Ikan budidaya : Nila merah
Jumlah ikan / Unit : 120.000 ekor
Volume pakan/keramba/hari : 1050 kg
Kedalaman : > 150 m
Jarak ke pantai : > 50 m

2. KJA Masyarakat
Jumlah Lokasi : 51
Dimensi : 4 x 4 x 4
Kedalaman : 6 m
Jarak ke pantai : 1 m

Potensi dan Peluang
Danau Toba sumber air minum
Air Baku Air Minum
- Permukiman di pinggiran Danau Toba : 149 dusun/ Desa
- 53 di Pulau Samosir
- 96 di Pulau Sumatera dan Pulau Sibandang
- Yang tidak menggunakan air Danau Toba sebagai sumber air minum : 19 dusun/desa di Pulau Sumatera (12%).
- Sumber Air PDAM : 3 intake PDAM Balige, Laguboti dan Pangururan

IV. PERMASALAHAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
Pencemaran Danau Toba
Pencemaran Danau Toba berada dalam tahap kritis. Jika tidak ditangani secara serius pencemaran ini akan menimbulkan gangguan pada kesehatan masyarakat setempat. Gangguan tersebut dapat saja mengakibatkan lemah otak . salah satu indikator tercemarnya danau toba adalah meningkatnya kadar Nitrogen. Nitrogen tersebut bersumber dari protein yang terkadung dalam pelet dan sisa makanan dari restoran yang di buang ke Danau Toba. Nitrogen tersebut terpecah menjadi amoniak dan di ikutiti perubahan menjadi Kalium. Zat ini akan sangat membahayakan jiwa manusia jika dikonsumsi. Selain itu, tinja yang dibuang ke danau toba juga mengandung jat yang membahayakan bagi tubuh manusia. Gejala pencemaran tersebut sudah terlihat jelas seperti pada November 2004. Puluhan juta ikan Mas mati secara serentak yang di akibatkan oleh virus koi herpes. Awal 2008 juga meresahkan warga setelah menemukan banyak jamur pada kulit ikan. Yang lebih menkawatirkan lagi adalah ikan yang hidup bebas juga terjangkit virus.
Formula Manajemen Perikanan dalam Mekanisme Pencegahan Pencemaran Danau Toba
Asumsi
§ Volume air danau tetap.
§ Laju air danau tetap.
§ Air danau tercampur merata.
§ Ukuran keramba yang digunakan sama.
§ Jumlah ikan per keramba sama.
§ Pakan ikan yang digunakan sama.
Data yang terkait
§ Ukuran keramba 5m x 6m
§ Jumlah keramba 6.312 unit
§ Jumlah ikan/keramba 4000 ekor
§ Jumlah pakan ikan/per keramba/hari 24 kg
§ Masa panen ikan tiap 5 bulan sekali
§ Sisa pakan ikan 30% dari jumlah pakan yang diberikan
§ Kadar nitrogen yang terkandung dalam sisa pakan sebanyak 69%
Perhitungan
— Jumlah pakan per masa panen = jumlah keramba * jumlah pakan per keramba per hari* 30 hari * 5 = 22.723.200 kg
— Sisa pakan per masa panen = 30% * jumlah pakan per masa panen = 6.816.960 kg
— Jumlah nitrogen yang dihasilkan per masa panen = 69% * sisa pakan per masa panen = 4.703.702,4 kg
— Jumlah ikan = jumlah keramba * jumlah ikan/keramba= 25.248.000 ekor
Jumlah nitrogen yang sangat basar akan membahayakan keseimbangan di sekitar danau toba. Seperti di jelaskan sebelumnya nitrogen tesebut akan terpecah menjadi amonik dan di ikuti perubahan menjadi kalium. Dengan tingginya kadar nitrogen tersebut akan mengakibatkan peluang terkonsumsinya kalium akan semakin besar. Jika tidak di atas, tidak mengherankan suatu saat nanti penduduk setempat mengalami ganguan kesehatan dan lemah otak. Lalu, bagaimana mengontrol nitrogen tersebut akan menjadi sangat penting untuk menyelamatkan penduduk setempat. Pencemaran danau toba tidak saja mengganggu kesehatan masyarakat, namun akan berdampak pada kualitas ikan yang di panen.
Selain berbicara kadar nitrogen masih banyak kerugian yang di akibatkan pencemaran tersebur. Jumlah ikan yang dipanen yang begitu besar akan di konsumsi masyarakat di luar samosir. Jika ikan yang di panen dari samosir terbukti tidak sehat akan menyebapkan kerugian besar diantaranya, samosir akan terisolasi. Jika ini samapai terjadi, pariwisata samosir yang begitu indah akan musnah, perekonomian masyarakat akan hancur.





V. UPAYA PENGELOLAAN (PENINGKATAN DAN PEMULIHAN KUALITAS DANAU)
Program yang sudah maupun yang akan dilakukan, Rencana Aksi Pengelolaan Danau.
Pemodelan sebagai salah satu solusi pencemaran Danau Toba.
Dalam pemodelan ini, ingin diketahui laju pertambahan nitrogen ke dalam danau toba. Data tersebut dapat di gunakan untuk mengetahui jumlah nitrogen di dalam danau setiap waktu t. Laju tersebut yaitu jumlah nitrogen yang masuk di kurang denga jumlah nitrogen yang keluar. Jumlah nitrogen yang masuk tersebut yaitu jumlah nitrogen yang di sebapkan manusia seperti, sisa makanan ikan, zat lainnya. Sehingga, dengan mengotrol jumlah sisa makanan ikan atau zat lain akan mengotrol jumlah nitrogen dalam danau toba. Dengan model tersebut akan memperlambat laju pertambahan nitrogen dalam danau toba.

Indikasi permsalahan pembangunan lingkungan hidup EKDT secara holistik dan konprehensif dari aspek lingkungan, ekonomi, sosial dan institusi dapat dilihat pada tabel berikut :
Lingkungan
Ekonomi
1). Lahan
- Hutan : 13 % x luas DTA (standar 30 %)
- Ketandusan : 24,65 %
- Wil. Rawan Bencana : 46 25 %
- Ladang / Kampung : 22,78 %
- Sampah dikelola : 16,97 %
2). Air
- Muka Air : 902,28 – 905, 23 m dpl (rek. 905,5 m)
- Debit Air Sungai 19 DAS tidak stabil
- Kualitas Air :
DO 3,90 – 6,20 mg/l (rek. > 6,0 mg/l)
BOD 5,17 – 9,27 mg/l (rek. 0-3 mg/l)
1). Perform Ekonomi (PDRB) :
- Perikanan naik : 48,8 % / thn
- Perd & Pariwisata naik : 19,5 % / thn
2). Biaya instansi LH/APBD : > 1 %
3). Bantuan dana LH : Annual Fee Inalum
4). Kegiatan ekonomi di darat :
- Pertanian tanaman pangan.
- Perkebunan rakyat.
- Peternakan dan
- Non pertanian (Industri, pariwisata).
5). Kegiatan ekonomi di danau :
- Perikanan KJA dan
- Transportasi air
6). Pola Usaha Tani Konservasi *) : 3,38
7). Pola Bakar Lahan U. Tani*) : 32,47 %
8). Limbah kegiatan usaha dan rumah tangga belum terkendali (cair dan padat).
Sosial-Budaya
Institusi
1). Penduduk miskin rata-rata : 19,69 %
2). TPAK : 69,30%
3). RT punya MCK*) : 54,81 %
4). Pendidikan < SLTP : 50,86 %
5). Pert. Penduduk rata-rata : 0,1%
6). Akses PAM : 28,85%
7). Air Minum Mata Air *) : 54, 29%
8). Akses Pel. Kesehatan : 0,20 %
9). Pengelolaan Sampah *):
- Buang sembarangan : 14,29 %
- Buang ke danau 5,79%
- Dibakar di pekarangan : 46,49 %
- Ditimbun di pekarangan : 8,31 %
- Dikelola Bersama/Kompos : 29,94%
10). Kearifan Tradisionil : mulai hilang

1). Lembagaan LH beragam, kapasitas rendah.
2). Program Institusi LH : belum fokus
3). Kerjasama antara lembaga bidang lingkungan belum ada
4). Keterlibatan masyarakat dalam ormas **)
- Kepemudaan : 10,38%
- Kegamaan : 28,10 %
- Kelompok Tani : 24,81 %
- Koperasi/KUD : 6,08 %
- Kelompok LH : 9,26 %
- Kelompok KB/Gizi : 4,56 %
- Kelompok Pemakai Air : 1,27 %
5). Instrumen Pengaturan 1 (Perda No. 1/1990) belum berjalan
6). Terbentuknya BKPEKDT
7). Lake Toba Manajemen Plan (LTEMP) belum tersosialisasi di masyarakat.
Sumber : Rona, Vol. 7 No. 3 Tahun 2008 BAPEDALDASU.

Dua persoalan pokok lingkungan hidup yang saling berintegrasi yaitu masalah fisik lingkungan hidup yang dicerminkan oleh indikator lingkungan kondisi lahan dan perairan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang digambarkan dari indikator sosial, ekonomi dan institusi. Komponen lingkungan, sosial, ekonomi dan institusi saling berintegrasi, memunculkan potret kawasan dengan berbagai persoalannya muncul di lapangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar